Sepuluh Macam Racun Psikologi atau Jiwa dan Penaawarnya
Sepuluh Macam Racun Psikologi atau Jiwa dan Penawarnya
Oleh: Rahman Abdullah
(Ciamis, Oktober, 2020)
Pada saat sekarang ini, permasalahan kehidupan dengan segala dinamikanya sering kali membuat diri seseorang merasa tertekan, gelisah dan merasa stress dalam menjalani kehidupannya. Apabila seseorang tidak dibekali dengan kesadaran akan perasaan keagamaan yang dapat menenangkan jiwa dan pikiran yang jernih, tak jarang seseorang berbuat sesuatu yang merugikan atau mencelakai bagi dirinya maupun bagi orang lain dalam kehidupan tersebut. Maka dari itu perlu kita ketahui sifat-sifat yang harus kita hindari dan sebaliknya sifat-sifat apa yang harus kita miliki dalam menajalani kehidupan ini agar kita bisa menjadi pribadi yang selalu berpikiran positif dan berperilaku baik kepada sesama. Berikut sepuluh sifat tercela dan penawarnya, yang bisa disebut racun psikologi atau jiwa dan penawarnya, diantaranya ialah:
1. Menghindar dari Kenyataan
Pertama dari racun psikologi tersebut adalah lari dan menghindar dari kenyaataan. Akibat dari tidak dimilikinya rasa tanggung jawab dalam berbagai hal yang mengakibatkan seseorang akan lepas dari rasa tanggung jawab tersebut dan cenderung menjadi seorang pengecut dengan lari dari kenyataan adalah sesuatu sifat yang harus dihindari oleh setiap orang.[1]
Untuk terhindar dari sifat tersebut maka kita harus memiliki penawarnya. Penawar dari sifat menghindar dan lari tersebut adalah dengan menghadapi realita yang ada. Berhentilah berbohong pada diri sendiri, jangan terlalu berlebihan dalam bersedih hati dan menjadikan lingkungan sekitar sebagai sumber kekecewaan dalam hidup. Memang dalam kehidupan ini seseorang akan mengalami berbagai keadaan dan situasi yang mungkin tidak ia alami dalam hidupnya, walau demikian kita harus tetap memiliki rasa optimis dan memiliki keyakinan bahwa apa yang kita hadapi ini merupakan ujian dari Tuhan dan pasti akan ada jalan keluarnya.
Ingat dan tanamkan dalam diri keyakinan bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan, yang terpenting kita harus selalu berperilaku positif dan beramal kebaikan dalam hidup, karena kalau perilaku yang kita lakukan adalah perilaku yang buruk, maka itu menandakan diri ini masih kurang menghayati terhadap nilai-nilai keimanan kepada Allah SWT.[2] Dengan mengahadapi realitas yang ada dengan keyakinan dan keimanan tentunya kita akan memiliki rasa optimisme dalam menjalani kehidupan ini dan akan terhindar dari perilaku lari dari kenyataan.
2. Ketakutan
Ketakutan akan sesuatu, tidak merasa yakin akan diri pribadi, selalu tegang dan merasa cemas dalam berbagai hal.[3] Ketakutan yang berlebihan akan sesuatu hal, ketakutan tersebut dapat menghambat terhadap pengembangan potensi-potensi diri, yang seharusnya ditonjolkan dan di aktualkan, namun karena rasa ketakutan yang berlebihan dalam bertindak sehinnga potensi tersebut terbelenggu dan tidak berkembang.
Untuk terhindar dari rasa takut yang demikian kita harus mempunyai penawar untuk hal itu, dan penawar dari takut tersebut adalah rasa keberanian. Keberanian merupakan modal utama yang harus ada dalam diri kita, tentunya berani dalam berbuat sesuatu yang baik. Gunkanlah semua potensi diri yang kita miliki, potensi intelektual, potensi keimanan dan hadirkanlah motivasi positif dalam diri untuk terus belajar, mencari sesuatu yang belum diketahui kemudian mempelajarinya dan terus melatih dan menempa diri untuk menjadi seseorang yang mempunyai pengetahuan yang luas dan dapat berguna dalam kehidupan bermasyrakat. Dengan demikian kebudayaan manusia akan terus berkembang maju dan semakin canggih.[4]
3. Egois
Egois adalah keinginan untuk mempertahankan pandangan yang hanya bersifat menguntungkan diri sendiri. Egois ialah menempatkan diri dalam satu tujuan tertentu serta tidak peduli dengan keadaan orang lain, termasuk kepada orang-orang yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman.
Egois menjadi salah satu sifat yang harus dihindari dalam kehidupan bermasyrakat tentunya, karena sifat egois tersebut akan berbenturan dengan perilaku yang harus dilakukan dalam kehidupan masyarakat yang majemuk dan mengutamakan kepentingan umum.
Dengan sifat egois tersebut seseorang akan menjadi manusia yang hanya ingin menang sendiri, tidak peduli dengan keadaan lingungan sekitar dan tidak peduli pada penderitaan orang lain, bagi seseorang yang mempunyai sifat egoisme yang terpenting dalam dirinya hanya bagaimana membawa dirinya merasa nyaman dalam hidup tidak peduli kalau orang lain menderita dan biasanya orang egois itu mempunyai kecenderungan lebih suka meminta daripada memberi sesuatu.[5]
Penawar untuk sifat egois tersebut adalah sikap kedermawanan. Sikap kedermawanan yang timbul dalam diri akan memberikan kesan positif terhadap diri seseorang. Orang yang mempunyai sikap kedermawanan berbanding terbalik dengan seseorang yang mempunyai egoisme dalam dirinya. Apabila egoisme membuat seseorang menjadi seseorang yang mementingkan diri sendiri dan tidak peduli dengan orang lain, maka seseorang yang dermawan itu akan selalu peduli terhadap sesame dan bagi dirinya kepentingan umum, kepentingan orang banyak menjadi prioritas. Maka dari itu, dirinya akan menjadi seseorang altruis atau seseorang yang memiliki banyak jasa dan pengabdian dalam kehidupan sosial.[6]
4. Stagnasi
Keadaan stagnasi adalah keadaan dimana seseorang berhenti dalam suatu fase dalam perkembangan potensi yang dimilikinya. Secara bahasa stagnasi berarti tidak bergerak, berhenti dan tidak berubah. Keadaan stagnasi dalam diri ditandai dengan perasaan bosan, tidak bersemangat dan tidak mempunyai keinginan yang harus diwujudkan.
Agar kita terhidar dari keadaan stagnasi diri tersebut kita harus mempunyai ambisi dan cita-cita. Penawar dari stagnasi tersebut tidak lain adalah cita-cita dan ambisi yang kita miliki dalam hidup ini. Keluarlah dari zona ketidak majuan, dengan kita memiliki cita-cita dalam hidup kita akan selalu semangat dalam menjalani kehidupan ini dan akan selalu berbuat yang terbaik pada hari sekarang guna menyongsong kehidupan di masa depan yang lebih baik lagi.
5. Rendah Diri
Perasaan selalu pesimis dan merasa minder dengan kemampuan diri adalah sesuatu yang dapat menghambat dalam keberhasilan menjalani kehidupan ini. Rendah diri merupakan sifat yang menganggap diri ini tidak mampu untuk melakukan sesuatu, mudah menyerah apabila dihadapkan dalam situasi tertentu.[7] Sehingga seolah-olah dirinya tersebut adalah orang yang tidak akan bisa melakukan sesuatu dengan benar.
Untuk mengatasi perasaan rendah diri tersebut, maka Penawarnya kita harus mempunyai rasa percaya diri. Dengan kepercayaan diri yang dimiliki kita tidak akan merasa lemah dan kita akan selalu berpikiran positif terhadap sesuatu. Kita harus memiliki keyakinan yang kuat dalam setiap timdakan kita selama tindakan tersebut benar dan jangan takut untuk mencoba sesuatu hal baru. Percaya diri dalam melakukan sesuatu adalah modal awal dalam meraih tujuan dan kesuksesan. Bisa dibilang dengan percaya diri tersebut kita sudah selangkah lebih maju untuk meraih apa yang menjadi tujuan kita dan kesuksesan.[8]
6. Narsis
Narsis adalah perasaan cinta terhadap diri sendiri yang cenderung berlebihan. Merasa diri paling hebat di antara orang lain, menganggap orang lain tidak selevel dengan dirinya dan cenderung bersikap sombong dalam hidup. Narsis yang jumlahnya berlebihan, bisa menjadi suatu kelainan dalam kepribadian seseorang. Kelainan kepribadian atau adanya penyimpangan kepribadian dalam diri adalah istilah yang biasa diterapkan untuk jenis gangguan mental seseorang.
Untuk terhindar dari sifat narsistik tersebut seseorang harus mempunyai penawarnya. Penawar dari sifat narsis tersebut tidak lain adalah perasaan rendah hati. Ketika kita mempunyai rasa rendah hati maka kita akan melakuakan introspeksi diri sebelum menilai orang lain, kalau dalam bahasa agama ada yang dinamakan Muhasabah, yaitu melakukan evaluasi terhadap diri pribadi dan apa-apa yang telah dilakukan dalam kehidupan.[9] Dengan perasaan rendah hati tersebut kita akan selalu berpikiran positif dalam hidup, serta kita akan mempunyai prasangka yang baik terhadap orang lain dan ingat manusia adalah mahluk sosial bukan mahluk soliter atau dalam bahasa lain manusia membutuhkan kehadiran manusia lain dalam menjalankan kehidupannya.
7. Mengasihani Diri Sendiri
Sifat mengasihani diri adalah suatu sifat yang sangat merugigan dan menghambat dalam aktualisasi diri dalam kehidupan. Perasaan yang timbul dalam hal ini adalah merasa bahwa kehidupan yang sedang dijalani adalah kehidpan yang menyedihkan dibandingkan dengan kehidupan orang lain. Keadaan diri selalu murung, lari dari interaksi kehidupan sosial, dan merasa menjadi seseorang yang paling menyedihkan dan malang dalam hidup.
Penawar dari sifat tersebut adalah memaplikasikan kemampuan diri dalam kehidupan atau juga bersikap mandiri dalam berbagai hal. Jangan terlalu menjadi seorang yang sentimentil, hilangkan keraguan akan kemampuan diri sendiri dan yang terpenting adalah jangan terlalu bergantung kepada orang lain dalam berbagai hal. Dengan tidak selalu bergantung kepada orang lain kita akan menjadi seseorang yang percaya diri.
8. Malas
Bisa dibilang malas merupakan salah satu penyakit psikis yang menjadikan seseorang tidak produktif dalam hidup. Kemalasan yang dimiliki seseorang akan berpengaruh buruk dalam menjalankan berbagai kegiatan sehari-hari, dengan sifat malas tersebut seseorang hanya menghambur-hamburkan waktu lapang yang dimilikinya dan pada akhirnya seseorang akan menyesali sifatnya tersebut dikemudian hari.
Penawar dari kemalasan tersebut tidak lain adalah etos kerja yang harus dimiliki oleh setiap orang.[10] Manfaatkan waktu yang masih kita miliki dengan sebaik-baiknya, dengan mempergunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang produktif dan bermanfaat untuk kehidupan. Tingkatkan kedisiplinan diri dalam melakukan kegiatan apapun dan biasakan diri untuk tidak menunda-nunda suatu pekerjaan yang harus dikerjakan.
9. Intoleran
Intoleran merupakan sikap yang tidak menghargai suatu perbedaan dalam kehidupan sosial yang majemuk. Tidak mempunyai rasa tenggang rasa dengan sesama, selalu berpikiran negatif terhadap orang lain, tidak senang dengan adanya keberagaman pendapat dan pandangan dalam kehidupan dan selalu menimbulkan kebencian terhadap induvidu atau kelompok tertentu.
Penawar dari intoleransi tersebut adalah rasa toleran. Dengan perasaan dan sikap toleran tersebut seseorang dapat belajar menghargai suatu perbedaan dalam kehidupan dan dapat menerima apa yang menjadi keberagaman. Toleransi mengajarkan kepada kita untuk mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi yang bersifat egosentris. Dengan toleran terhadap perbedaan, berarti kita telah bisa menghargai dan menghormati pendapat orang lain yang berbeda dengan kita dan sebaliknya orang lain juga menghormati apa yang menjadi pendapat kita terhadap sesuatu.
10. Kebencian
Kebencian adalah suatu sifat yang mencerminkan seseorang tidak menyukai terhadap sesuatu. Melalui rasa kebencian, seseorang bisa bertindak atau berprasangka selalu negatif terhadap seseorang atau terhadap sesuatu yang semua itu tidak akan membawa sesuatu yang positif dalam kehidupan seseorang yang memilki rasa kebencian tersebut. Kebencian yang dimiliki seseorang tersebut hanya akan menimbulkan masalah dalam kehidupan dan harus selalu diingat dan ditanamkan dalam diri bahwa yang namanya kebencian tidak akan membawa seseorang kepada situasi atau keadaan yang membahagiakan, namun sebaliknya kebencian akan membawa kehancuran dalam kehidupan.
Penawar dari kebencia tersebut adalah rasa cinta kasih terhadap sesama. Tumbuhkan rasa cinta kasih dalam diri dengan melakukan pembersiahan jiwa terhadap perasaan-perasaan negatif atau bersihkan hati dari sifat-sifat yang dapat menimbulkan kebencian tersebut seperti sifat iri dan dengki. Dalam bahasa tasawuf pembersihan jiwa tersebut dikemukakan dengan sebutan tazkiyyah al-nafs.[11] Dengan bersihnya jiwa dari hal-hal negatif diharapkan seseorang akan lebih mengenal dirinya dan akan selalu mengisi kehidupan sehari-hari dengan perilaku yang positif dan mencerminkan seseorang yang mempunyai rasa cinta kasih dengan sesama dalam hidupnya.
Demikian sepuluh macam racun jiwa yang dapat membawa pengaruh negatif dan juga penawar dari racun tersebut yang dapat membawa pengaruh positif dalam kehidupan seseorang. Apabila kita telah mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari oleh diri, maka diharapkan seseorang dapat mencapai tingkatan aktualisasi diri sebagaimana teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Aktualisasi diri merupakan situasi tepat seseorang dalam memposisikan dirinya dalam kehidupan sesuai dengan kemampuan yang telah dimiliki maupun sesuai dengan potensi yang masih bisa dikembangkan dalam keberlangsungan kehidupan sosialnya.[12]
Dengan mengetahui apa-apa saja sikap atau sifat yang tidak boleh kita milki dalam diri kita bisa berusaha dan terus berjuang untuk menjadi seseorang yang baik dalam kehidupan, baik terhadap diri sendiri dengan menegnal lebih jauh aspek-aspek psikis dalam diri kemudian juga baik dengan orang lain, sehingga akan tercapainya kehidupan yang ideal dan terpeliharanya kehidupan yang penuh dengan kedamaian.
DAFTAR PUSTAKA
Oka Sumartha, Abdurrahman. 2009. Obat Stres tanpa Dokter. Yogyakarta: Surya Media.
Purwanto, Ngalim. 2013. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rajab, Khairunnas. 2012. Psikologi Agama. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Ramayulis. 2016. Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia. Cet. Ke- 11.
[1] Abdurrahman Oka Sumartha, (2009), Obat Stres tanpa Dokter, Yogyakarta, Surya Media, h. 14
[2] Khairunnas Rajab, (2012), Psikologi Agama, Yogyakarta, Aswaja Pressindo, h. 55
[3] Abdurrahman Oka Sumartha, Op. Cit., h. 14
[4] Ngalim Purwanto, (2013), Psikologi Pendidikan, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, Cet.Ke-26, h. 33
[5] Abdurrahman Oka Sumartha, Op. Cit., h. 15
[6] Ngalim Purwanto, Op. Cit,. h. 42.
[7] Abdurrahman Oka Sumartha, Op. Cit., h. 16
[8] Ibid., h. 16
[9] Ramayulis, (2016), Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, Cet.Ke-11, h. 192
[10] Abdurrahman Oka Sumartha, Op. Cit., h. 18
[11] Khairunnas Rajab, Op. Cit., h. 69
[12] Ibid., h. 37
Tidak ada komentar untuk "Sepuluh Macam Racun Psikologi atau Jiwa dan Penaawarnya"
Posting Komentar