Sejarah Jepang ( Zaman Sengoku sampai Restorasi Meiji & Awal Pertemuan dengan Islam)


Sejarah Jepang

 (Zaman Sengoku sampai Restorasi Meiji & Awal Pertemuan dengan Islam)

Jakarta, 02 Januari 2022

Oleh: Rahman Abdullah

Negara Jepang atau Nippon merupakan sebuah negara yang kini terkenal dengan kemajuan industri dan teknologinya. Negara yang terletak di wilayah Asia Timur ini dan beribu kota di Tokyo, kini telah membuat masyarakat dunia merasa kagum dengan kemajuan yang telah diraihnya dalam berbagai aspek.

Kemajuan yang diraih oleh Jepang pada saat ini seolah tidak mempunyai bekas peristiwa sejarah dengan kehidupan Jepang pada masa lalu. Diketahui Jepang pada masa feodal yaitu sekitar abad pertengahan berada pada masa gelap. Banyak terjadi kekacauan dan peperangan saudara dalam negeri tersebut, sehingga kehidupan menjadi suram dan menyedihkan.

Ditambah lagi pada abad pertengahan Jepang melakukan politik isolasi diri dari kebudayaan luar atau asing, sehingga orang-orang Jepang dilarang pergi ke luar negeri. Begitu juga dengan orang-orang asing tidak bisa masuk ke wilayah Jepang. Hal demikian mengakibatkan Jepang menjadi tertinggal dengan negara-negara Barat (Amerika dan Eropa) dalam hal kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan.

Kembali lagi pada sejarah awal Jepang, dokumen tertua tentang sejarah Jepang adalah himpunan naskah sejarah Cina “Sejarah Dua Puluh Empat Dinasti” yang berasal dari abad ke-1 Masehi. Namun bukti-bukti menunjukkan kepulauan Jepang sudah dihuni manusia sejak zaman Paleolitikum sesudah zaman es terakhir sekitar 12.000 SM, ekosistem Kepulauan Jepang yang kaya memungkinkan manusia untuk hidup. Adapun barang-barang tembikar tertua berasal dari peradaban sekitar 10.500 sampai 300 SM yaitu dari zaman Jomon.[1]

Periode klasik Jepang diklasifikasikan dalam beberapa periode yang membagi peradaban Jepang dalam waktu tertentu, adapun periode-periode tersebut di antaranya adalah:

·         Periode Asuka (552 – 645 M)

·         Periode Nara (710 – 784 M)

·         Periode Heian (794 – 1185 M)

·         Periode Kamakura (1192 – 1333 M)

·         Periode Muromachi (1336 – 1573 M)

·         Periode Azuchi – Moyama (1573 – 1603 M)

·         Periode Edo (1603 – 1868 M)

Meski dapat disebut sebagai dinasti tertua di bumi,  namun asal – usul keluarga Kekaisaran berakar pada legenda dan cerita yang tidak dapat dikuatkan melalui argumen oleh para sejarawan hingga hari ini. Dengan demikian tanggal faktual untuk 1.200 tahun pertama dinasti tidak dapat diverifikasi. Periode yang berlangsung hingga tahun 539 M itu, sering disebut sebagai Periode Jepang Kuno. Awal pemerintahan Kinmei-lah yang menandakan dimulainya Periode Klasik Jepang yang berlangsung hingga tahun 1185 M dan awal masa Abad Pertengahan Jepang. Selama waktu tersebut, Kekaisaran adalah sumber utama patokan kekuasaan di seluruh negeri. Status-quo ini dipatahkan pada tahun 1185 M ketika munculnya kekuatan politik baru di negara tersebut, yaitu Shogun.[2]

Pada tahun 1185, Minamoto no Yoritomo tampil menjadi pemimpin de facto Jepang atas keberhasilannya menurunkan tahta Taira, yang merupakan keluarga penguasa Kekaisaran dari Kyoto. Selama masa abad pertengahan ini, Shogun yang merupakan penguasa terkuat di negara itu, memegang sebagian besar atau bahkan keseluruhan kekuasaan di Jepang. Shogun akan membagi – bagi wilayah kekuasaannya menjadi beberapa provinsi dan menunjuk para pelayannya yang setia sebagai gubernur atau daimyo untuk setiap wilayahnya tersebut.

Zaman Sengoku

Pada masa Keshogunan tersebut bukan berarti Kekaisran hanya diam saja. Namun sesekali mereka juga melakukan perebutan kekuasaan, walaupun hanya dapat berkuasa dalam waktu yang singkat. Abad pertengahan, sekitar abad ke-15, Jepang diwarnai dengan kekacauan dan perubahan kekuasaan. Hal tersebut mengakibatkan ketidak stabilan kehidupan masyarakat di negeri tersebut. Periode konflik dan pergolakan sosial di Jepang pada abad pertengahan tersebut berlangsung hampir 140 tahun lamanya dan dikenal sebagai zaman Sengoku atau periode negara-negara berperang antara satu dengan yang lainnya.

Pada zaman Sengoku tersebut muncul dua pemimpin militer besar, yaitu Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi. Kedua pemimpin itulah yang mendapat julukan  sebagai "Pemersatu Hebat" pertama dan kedua di Jepang. Pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 1600 M, terjadi pertempuran Sekigahara, yang mempertemukan pasukan Toyotomi Hideyoshi dan pasukan Tokugawa, dan pada akhirnya Tokugawa menang dan berhasil merebut kekuasaan mutlak.

Setelah pertempuran tersebut pasukan Tokugawa melakukan pengepungan di Osaka dan penghapusan klan Toyotomi, dinasti Tokugawa bertanggung jawab dalam periode perdamaian dan stabilitas politik terpanjang yang pernah dikenal di Jepang dengan masa pemerintahan selama lebih dari 260 tahun. Selama itu, dalam kehidupan bernegaranya, Keshogunan Tokugawa membagi rakyat Jepang menurut sistem kelas. Kelas samurai berada di hierarki paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Selain itu Shogun juga memberlakukan kebijakan Sakoku, yaitu kebijakan luar negeri isolasi yang diterapkan secara ketat dan membatasi pergerakan orang asing masuk ke Jepang. Dalam kebijakan politik isolasi tersebut orang-orang Jepang dilarang melakukan perjalanan ke luar negeri dan sebaliknya orang asing tidak boleh masuk dan  melakukan kegiatan ke negeri Jepang.

Alasan Keshogunan Tokugawa melakukan kebijakan isolasi tersebut adalah upaya mereka dalam membendung pengaruh budaya asing agar tidak menggangu dan berdampak buruk pada budaya setempat. Namun dengan politik isolasi tersebut telah menempatkan Negeri Jepang sebagai negeri yang tertinggal jauh dalam berbagai hal dengan bangsa Barat.

Restorasi Meiji

Baru pada abad ke-19 M, Jepang mulai membuka diri dengan dunia luar. Hal tersebut terjadi setelah kedatangan armada laut Amerika dibawah pimpinan Komodor Matthew Perry yang berhasil memaksa Keshogunan Tokugawa untuk membuka negerinya untuk bangsa asing melalui sebuah penjanjian yang terjadi pada bulan Maret tahun 1854. Hal tersebut bisa dikatakan sebagai tanda-tanda kelemahan Shogun dan perjalan akhir dari Keshogunan.

Adanya perjanjian tersebut yang membuka isolasi diri Jepang telah memicu polemik di kalangan pengausa di Jepang. Ada yang beranggapan Shogun telah menjual negeri ke bangsa asing dan sudah tidak memiliki kekuatan lagi untuk memerintah dan hal tersebut memicu terjadinya konflik. Akibat dari adanya konflik tersebut adalah terjadinya Perang Boshin, yaitu perang saudara yang terjadi pada tahun 1868 sampai 1869 antara Keshogunan Tokugawa melawan faksi yang ingin mengembalikan kekuasaan ke tangan Kekaisaran.

Setelah mengalami kekalahan dalam Perang Boshin yang berpuncak pada terjadinya Restorasi Meiji, Keshogunan Tokugawa berhasil ditumbangkan oleh persekutuan kaisar dengan sejumlah daimyo yang berpengaruh. Keshogunan Tokugawa secara resmi berakhir setelah Shogun Tokugawa ke-15 yang bernama Tokugawa Yoshinobu mundur dan menyerahkan kekuasaan kembali ke tangan kaisar.

Pada 3 Februari 1867, Kaisar Meiji naik tahta setelah wafatnya Kaisar Komei pada 30 Januari 1867. Pemerintahan Kaisar Meiji ini merupakan awal dari proses kemajuan negeri Jepang. Pada masa pemerintahannya dilakukan Restorasi Meiji, dimana Jepang memasuki era modernitas. Melalui reformasi sosial, perubahan ekonomi dan kemajuan teknologi. Para daimyo diangkat menjadi pejabat pemerintahan dan para samurai direkrut menjadi tentara nasional. Dengan pembaharuan tersebut Jepang dengan cepat dapat menyusul kemajuan negara-negara Barat. Sehingga pada tahun 1905, Jepang telah menjadi negara maju dengan industrialisasi dan modernisasi negara yang cepat membuat Jepang menjadi negara terkuat dalam berbagai aspek di Asia serta sejajar dengan negara-negara Barat.[3]

Awal Pertemuan Jepang dengan Islam

Hubungan antara  Islam dengan Jepang ini bisa dikatakan masih terbilang baru jika dibandingkan hubungan agama ini dengan negara-negara yang lain di seluruh dunia. Tidak ada keterangan yang pasti tentang hubungan antara agama Islam dengan Jepang atau cerita mengenai sejarah Islam di Jepang melalui proses penyebaran agama, kecuali hanya beberapa hubungan tersembunyi antara penduduk-penduduk Jepang dengan orang-orang Muslim dari negara lain sebelum tahun 1868.

Islam sebagai sebuah agama diketahui oleh penduduk Jepang pada tahun 1877 sebagai bagian dari pemikiran agama barat dan pada tahun itu juga dilakukan penerjemahan kisah kehidupan Nabi Muhammad SAW ke dalam bahasa Jepang. Hal tersebut membantu agama Islam untuk menempatkan diri dalam pemikiran intelektual masyarakat Jepang, walaupun saat itu Islam hanya dianggap sebagai salah satu pemikiran dan sebuah pengetahuan saja. [4]

Salah satu faktor dikenalnya Islam oleh penduduk Jepang adalah adanya hubungan diplomatik yang terjadi antara Kekaisaran Jepang di bawah Kaisar Meiji dengan Turki Ustmani di bawah Sultan Abdul Hamid II. Dalam sebuah hasil penelitian yang berjudul 'History of Islam in Japan', karya Prof. Salih Mahdi S al-Samarrai, Ketua Islamic Center Jepang. Dalam penelitiannya tersebut diungkapkan bahwa sosok Abdul Haleem Noda yang mempunyai nama asli Torajiro Noda disebut-sebut sebagai Muslim Jepang pertama. Ia merupakan wartawan muda yang  hidup pada era restorasi Meiji.[5]

Tidak banyak catatan mengenai riwayat hidup dari tokoh kelahiran 1868 ini. Walaupun demikian, Salih mengungkapkan bahwa Noda merupakan bagian penting dari hubungan diplomatik Sultan Abdul Hamid II dari Turki Ottoman dengan Kaisar Meiji penguasa Jepang saat itu. Tercatat dalam sejarah pada tahun 1890, Turki Ustmani mengirim utusan yang menumpang sebuah kapal yang dinamakan "Ertugrul" ke Jepang untuk tujuan menjalin hubungan diplomatik antara kedua negara serta untuk saling memperkenalkan antara orang Muslim dengan orang Jepang. Namun nahas dalam pelayaran sepulangnya dari Jepang pada tanggal 16 September 1890, kapal yang membawa 609 orang penumpang tersebut tenggelam di lepas pantai Prefektur Wakayama. Dalam insiden tersebut kurang lebih 540 penumpangnya tewas.

Atas kejadian tersebut Jepang ikut berbela sungkawa. Pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 1893 Kaisar Jepang mengutus beberapa delegasi Jepang ke Turki. Dalam delegasi tersebut ada seseorang yang bernama Tajiro Yamada yang mengikuti jejak Noda sebagai orang Jepang yang memeluk Islam awal-awal ketika sekembalinya ia dari Turki. Tajiro Yamada kemudian mengganti namanya menjadi Abdul Khalil Yamada.

Dalam masa berikutnya kehidupan komunitas Muslim di Jepang terbentuk dengan adanya para pelarian Muslim dari Turki, Uzbekistan, Tajikistan, Kazakhstan dan lainnya dari wilayah Asia Tengah serta Rusia. Hal tersebut terjadi sebagai pengaruh dari Revolusi Bolshevik di Rusia yang terjadi semasa Perang Dunia I. Para Muslim  tersebut diberikan perlindungan oleh Kekaisaran Jepang dan menetap di beberapa pelabuhan utama di sekitar Jepang dan kemudian mendirikan komunitas-komunitas Islam. Dengan melalui komunitas-komunitas Muslim tersebut, Islam menunjukkan perkembang yang baik dan saat itu sudah mulai berdiri beberapa buah masjid di Jepang. Masjid yang mempunyai kedudukan penting di antaranya adalah Masjid Kobe yang didirikan pada tahun 1935, dan Masjid Tokyo yang didirikan pada tahun 1938.[6] 

Pada perkembangan selanjutnya, Islam di Jepang dewasa ini telah menunjukkan grafik yang luar biasa dalam aspek jumlah pemeluknya. Pada tahun 2018 jumat Islam di Jepang berjumlah sekitar 160.000 orang. Angka tersebut masih kecil apabila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan penduduk Jepang dan menempatkan Islam masih menjadi agama minoritas di Negara Matahari Terbit tersebut. Walaupun demikian, dibandingkan 50 tahun lalu, telah terjadi kenaikan yang luar biasa yaitu hampir 25 kali lipat jumlah masyarakat Jepang yang memeluk agama Islam.[7]

 Dengan demikian, agama Islam yang dalam sejarahnya baru dikenal oleh masyarakat Jepang pada paruh akhir abad ke- 19 melalui hubungan diplomatik antara Kaisar Jepang dengan Kesultanan Turki Ustmani, kini telah menunjukan pertumbuhan yang pesat di Jepang dan sudah banyak orang asli Jepang yang memeluk agama Islam sebagai pedoman dalam kehidupannya.

 

Referensi:

http://p2k.unhamzah.ac.id/ Sejarah Jepang, diakses pada 30 Desember 2021.

https://www.superprof.co.id/ Kekaisaran Jepang, diakses pada 01 Januari 2022.

https://id.wikipedia.org/Islam di Jepang, diakses pada 02 Januari 2022.

https://www.republika.co.id/dunia-islam/khazanah/15/04/15. Inilah Muslim Jepang Pertama, diakses pada 02 Januari 2022.

https://dunia.tempo.co/Pemeluk Islam di Jepang Naik 25 Kali Lipat, diakses pada 02 Januari 2022.

 

 

 



[1] http://p2k.unhamzah.ac.id/ Sejarah Jepang, diakses pada 30 Desember 2021.

[2] Shogun dalam konteks ini diartikan sebagai pimpinan militer atau panglima perang  yang mempunyai pengaruh dan kekuasaan yang kuat.

[3] https://www.superprof.co.id/ Kekaisaran Jepang, diakses pada 01 Januari 2022.

[4] https://id.wikipedia.org/Islam di Jepang, diakses pada 02 Januari 2022.

[5] https://www.republika.co.id/dunia-islam/khazanah/15/04/15. Inilah Muslim Jepang Pertama, diakses pada 02 Januari 2022.

[6] https://id.wikipedia.org/Islam di Jepang, diakses pada 02 Januari 2022.

[7] https://dunia.tempo.co/Pemeluk Islam di Jepang Naik 25 Kali Lipat, diakses pada 02 Januari 2022.

Tidak ada komentar untuk "Sejarah Jepang ( Zaman Sengoku sampai Restorasi Meiji & Awal Pertemuan dengan Islam)"